“Dari Abu Hurairoh ra berkata. Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya Tuhan kamu berfirman, setiap kebaikan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Sedangkan puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya. Puasa itu perisai dari api neraka dan sungguh bau mulut orang sesungguhnya aku sedang berpuasa” (Imam At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Maktabah Syamilah edisi Jus 3 : 234)
Banyak sekali keutamaan berpuasa untuk orang dewasa, terkandung banyak sekali nilai-nilai pendidikan yang ada di dalam latihan berpuasa, untuk anak-anak kita. Sebetulnya banyak sekali nilai pendidikan dalam berpuasa, sementara kami hanya menampilkan 6 diantaranya saja.
Yuk langsung saja kita bahas. 6 Nilai pendidikan anak yang terkandung dalam Ibadah Berpuasa adalah sebagai berikut :
1. Mendidik Kejujuran
Pendidikan Anak yang Terkandung dalam Ibadah Puasa, yang pertama yaitu kejujuran.
Yang mengetahui seorang berpuasa atau tidak hanya dirinya dan Allah SWT, saat sedang berpuasa kita sadar bahwa kita sedang disorot oleh kamera Allah SWT, kita akan menghindarkan diri dari bujuk rayu setan dan hawa nafsu. Sikap seperti ini akan muncul perasaan ada pengawasan diri sendiri dan saat mengawasi itu. Anak pun sadar bahwa anak juga sedang diawasi oleh Zat Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
Salah satu refleksi ketakwaan dalam kehidupan adalah sikap jujur. Puasa memiliki korelasi yang kuat dengan sikap positif ini. Misalnya, seorang anak bisa saja mengaku berpuasa, padahal tanpa sepengetahuan orang tuanya ia telah berbuka. Apalagi ibadah puasa ini hubungannya langsung dengan Allah Yang Maha Mengetahui.
Puasa memiliki tujuan antara lain “menyucikan aspek batin manusia (agar menjadi takwa), di mana kesucian itu juga harus terrealisasi dalam kehidupannya sehari-hari agar terhindar dari sifat kemunafikan dan kefasikan” (Muhammad Sholikhin, hlm. 126).
Ingin belajar secara privat? yuk kenalan dengan LBB Cendikia
2. Puasa Mendidik Kerja Keras
Pendidikan Anak yang Terkandung dalam Ibadah Puasa yang kedua adalah bekerja keras
Saat berpuasa, kita senantiasa tetap bekerja, dan bagi anak-anak, puasa akan sangat perlu sesuai dengan kemampuan, bisa bersekolah, atau belajar dst. Anak- anak yang masih di bawah umur (belum baligh), meskipun ia belum wajib berpuasa Ramadhan, sebaiknya orang tua atau walinya menyuruh berpuasa sebagai latihan agar terbiasa nantinya apabila ia dewasa.
Karena sifatnya latihan, maka orang tua harus menggunakan metode pendekatan persuasif (nasihat) dan edukatif (mendidik).
Shihab menjelaskan bahwa “para sahabat nabi melatih anak- anak mereka berpuasa semenjak kecil. Dan untuk membuat mereka bertahan dengan puasanya, para orang tua atau wali menyediakan semacam mainan yang terbuat dari bulu supaya mereka bisa bermain dengan mainan itu sampai waktu berbuka” (Shihab, 1995 : 32-33).
Bekerja keras bagi orang beriman, bukanlah suatu tuntutan karena adanya pengawasan dari atasan. Orang yang beriman akan senantiasa merasa diawasi langsung oleh Allah SWT. Puasa akan mendidik orang tetap bekerja meski tidak diawasi manusia.
Sebagai perwujudan kerja keras ini dapat juga terlihat dari semangat untuk menjalankan ibadah yang dianjurkan pada bulan Ramadhan. Seseorang yang jarang shalat sekalipun, akan berusaha untuk menunaikan shalat secara lengkap dan tepat waktu, bahkan shalat Tarawih, saat Ramadhan.
3. Puasa Melatih Kedispilinan Anak
Pendidikan Anak yang Terkandung dalam Ibadah Puasa yang ketiga adalah disiplin
Pendidikan disiplin dalam berpuasa meliputi disiplin menunaikan kewajiban sebagai hamba Allah SWT dan melaksanakan perintah-Nya. Disiplin dalam waktu yakni disunatkan menyegerakan berbuka ketika telah tiba waktu berbuka puasa, disiplin fisik dan hukum yakni mematuhi untuk tidak makan, minum, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Belajar disiplin bukan berarti menyiksa diri sendiri, namun belajar tentang kesabaran dan kebahagiaan. Islam pun mengajarkan agar kita mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Artinya, anak bisa mendapatkan kedispilinan dalam waktu dan aktifitas anak.
Sebagaimana Samsul Munir Amin dan Haryanto al-Fandi menjelaskan bahwa “sesungguhnya menyegerakan berbuka adalah perbuatan utama yang akan mendatangkan banyak kebaikan bagi kita” (Samsul Munir Amin dan Haryanto al-Fandi, 2011 : 150).
4. Puasa Mengajarkan Anak Arti Kesabaran
Nilai pendidikan puasa pada anak yang
Pada saat puasa anak kita akan merasa haus dan lapar yang melilit perut. Ketika waktu magrib belum tiba, anak kita tidak diperbolehkan untuk makan dan minum meskipun itu halal melainkan kita harus bersabar menunggu hingga waktu berbuka tiba.
Bukan hanya itu saja. Kebiasaan pada hari di luar bulan Ramadhan, sepertinya kemarahan begitu mudah terjadi, namun pada waktu berpuasa anak kita diingatkan untuk bersabar agar pahala puasa kita tidak batal.
Sebagaimana Eka Pramuktianingrum menjelaskan bahwa “berpuasa di bulan Ramadhan menerapkan latihan yang berbasiskan kesabaran karena orang akan merasa lapar selama 15 jam, bahkan 24 jam jika mereka lupa sahur. Jadi berpuasa pada intinya adalah melatih kesabaran dan kurangnya daya tahan, di mana kedua sifat ini merupakan kelemahan manusia” (Eka Pramuktianingrum, 2006 : 141).
5. Puasa Bisa Memberikan Rasa Syukur pada Anak
Orang yang berpuasa akan merasakan lapar dan dahaga. Di sinilah rasa kepekaan sosial anak kita dilatih, apakah dengan puasa anak kita menjadi dermawan. pertanyaan yang paling penting adalah sudahkah media puasa ini kita manfaatkan bersama. Dan mungkinkah media kebersamaan ini kita hapus kembali setelah puasa. Tentu kita berharap kebersamaan itu tetap ada untuk selama-lamanya, sehingga kita menjadi lebih berkualitas dan bangsa ini menjadi lebih baik.
Dengan demikian puasa mendidik anak kita untuk semakin merasa dekat dengan kehadiran Allah SWT dalam kehidupan. Karena, orang yang berpuasa tidak makan dan juga tidak minum tanpa pengontrolan langsung selain dari Allah SWT. Itulah yang disebut dengan muraqabatullah (pendekatan diri kepada Allah SWT, dimana orang yang berpuasa itu selalu merasa diawasi dan di kontrol langsung oleh Allah SWT.
Sebagaimana Toto Tasmara menjelaskan bahwa “dalam muraqabah kita ingin mengawasi diri kita sendiri, dan pada saat mengawasi itu, kita pun sadar bahwa kita sedang diawasi, sehingga ada kesadaran bahwa sambil mengawasi diri, membimbing dan mengarahkan, dirinya pun sedang disorot oleh sebuah kamera Ilahiyah yang menusuk tajam pada qolbu-nya” (Toto Tasmara, 1999 : 195).
Dalam mengawasi dan diawasi itu dia sadar bahwa “bujukan nafsu syaithoniyah yang paling durjana adalah upayanya untuk membutakan mata batinnya sehingga buta untuk mengawasi dirinya, dan karenanya dia tidak lagi mampu membaca posisi dirinya di hadapan Tuhan”.
6. Puasa mengembangkan empati dan kepedulian sosial anak
Bulan Ramadan bulan yang mendidik umat Muslim agar timbul rasa empati terhadap sesama. Dengan berpuasa anak kita belajar untuk ikhlas memberi dan peduli terhadap nasib golongan yang tidak sebaik kita.
Dengan merasa keadaan demikian diharapkan akan membuat anak kita lebih bersungguh-sungguh secara ikhlas untuk menghulurkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Serta memberikan ruang besar pada diri mereka untuk mengembangkan kepekaan sosial, tanggung jawab, dan mengedepankan kepentingan orang lain dan masyarakat.
Dengan demikian, seorang muslim yang benar-benar melaksanakan puasa, ia akan selalu berusaha mengembangkan simpati dan empati kepada sesama. Ia juga akan selalu menyebarkan kedamaian dan etika moral luhur yang lain. Jika ia bukan bagian dari mereka yang kelaparan, ia akan ikut ambil bagian untuk mencari jalan mengentaskan mereka yang kelaparan. Namun, jika di antara umat Islam kebetulan bagian dari mereka yang sedang kekurangan, ia tidak akan pernah berputus asa. Namun, ia selalu yakin, pertolongan Allah pasti akan datang.
Puasa mendidik rasa empati, sikap peduli kepada orang lain dengan mencoba berada pada posisi orang lain. Dengan berempati maka kita menjadi lebih memiliki perasaan yang halus, peka, dan peduli kepada sesama. Sesama umat muslim diibaratkan bila ada satu anggota tubuh tang sakit maka anggota tubuh yang lain akan merasakan hal yang sama. Kepedulian kita terhadap kebutuhan orang lain supaya merasakan perasaan orang lain. Peduli atau empati bukan hanya bulan puasa saja tapi berusaha melakukan secara continue supaya selalu terjalin kasih sayang antara kita.